26 June 2007

Maternal Physiology in Pregnancy

Fisiologi Kehamilan
Laily Arifin



Adaptasi maternal yang meliputi adaptasi anatomi, fisiologi dan metabolisme sangat menentukan keberhasilan hasil kehamilan. Dengan mengetahui perubahan fisiologi kehamilan tersebut diharapkan tenaga kesehatan dapat mendeteksi perubahan yang bersifat patologis.


Gastrointestinal Track
Selama kehamilan kebutuhan nutrisi ibu seperti vitamin dan mineral meningkat. Nafsu makan ibu meningkat sehingga intake makanan juga meningkat. Beberapa wanita hamil mengalami penurunan nafsu makan atau mengalami mual dan muntah. Gejala tersebut mungkin berhubungan dengan peningkatan hormon human Chorionic Gonadotrophin (hCG).

Kavitas Mulut (Oral Cavity)
Salivasi meningkat akibat gangguan menelan yang berhubungan dengan mual yang terjadi terutama pada awal kehamilan.
Pengeroposan gigi selama kehamilan bukan terjadi akibat kurangnya kalsium dalam gigi namun pengeroposan gigi mungkin terjadi akibat penurunan pH mulut selama kehamilan. Dentalcalciumis bersifat stabil dan tidak berkurang selama kehamilan seperti halnya kalsium tulang. Hipertrophi dan gusi yang rapuh dapat terjadi akibat peningkatan hormon estrogen. Defisiensi vitamin C juga dapat mengakibatkan gusi bengkak dan mudah berdarah. Keadaan gusi dapat kembali normal pada awal masa puerpurium.

Motilitas Gastrointestinal
Selama kehamilan motilitas gastrointestinal mengalami penurunan akibat peningkatan hormon progesteron yang dapat menurunkan produksi motilin yaitu suatu peptida yang dapat menstimulasi pergerakan otot usus.
Waktu transit makanan yang melewati gastrointestinal melambat/lebih lama dibanding pada wanita yang tidak hamil. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan air dan sodium diusus besar yang mengakibatkan konstipasi.

Lambung dan Usofagus
Produksi lambung yaitu asam hidroklorik meningkat terutama pada trimester pertama kehamilan. Pada umumnya keasaman lambung menurun. Produksi hormon gastin meningkat secara signifikan mengakibatkan peningkatan volume lambung dan penurunan pH lambung. Produksi gastrik berupa mukus dapat mengalami peningkatan. Peristaltik usofagus menurun, menyebabkan refluks gastrik akibat dari lamanya waktu pengosongan lambung dan dilatasi atau relaksasi cardiac sphincter. Gastric reflux lebih banyak terjadi pada kehamilan lanjut karena elevasi lambung akibat pembesaran uterus. Disamping menyebabkan heartburn, perbahan posisi berbaring seperti posisi litotomi, penggunaan anestesi berbahaya karena dapat meningkatkan regurgitasi dan aspirasi.

Usus besar, usus kecil dan Appendik
Usus besar dan kecil bergeser keatas dan lateral, apendik bergeser secara superior pada ruang panggul. Posisi organ-organ tersebut kembali ke normal pada awal puerpurium. Pada umumnya motilitas mengalami penurunan seperti halnya tonus gastrointestinal yang mengalami penurunan.

Kandung Empedu
Fungsi kandung empedu mengalami perubahan selama kehamilan karena hipotonia pada otot dinding kandung empedu. Waktu pengosongan lebih lambat dan inkomplit. Empedu mengalami penebalan dan empedu yang stasis menyebabkan formasi batu empedu.

Liver
Tidak terjadi perubahan morfologi pada hati selama kehamilan normal, namun fungsi hati mengalami penurunan. Aktifitas serum alkalin fosfatase mengalami gangguan yang mungkin disebabkan karena peningkatan isoenzim alkalin fosfatase plasenta. Penurunan rasio albumin/globulin terjadi selama kahamilan merupakan suatu keadaan yang normal.



Ginjal dan Saluran urinari

Dilatasi Renal
Selama kehamilan masing-masing ginjal memanjang sekitar 1-1,5cm, dan secara bersamaan bertambah beratnya. Ureter berdilatasi sampai tepi atas tulang pelvis. Ureter juga memanjang, melebar dan lebih melengkung (kurve). Hal tersebut meningkatkan kejadian stasis urin yang menyebabkan infeksi dan tes fungsi renal sulit diinterpretasi.

Penyebab absolut hidronefrosis dan hidroureter selama kehamilan tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang berkontribusi :

  • Peningkatan kadar progresteron yang berkontribusi terhadap hipotoni otot ureter
  • Vena ovari yang berada pada ligamen yang mengalangi pembesaran ovari membesar dan menekan ureter pada tepi tulang pelvis.
  • Dekstro rotasi uterus selama kehamilan menyebabkan ureter kanan lebih berdilatasi dibanding ureter kiri.
  • Hiperplasia pada 1/3 distal otot ureter menyebabkan reduksi ukuran luminal

Fungsi ginjal
Glomerular Filtration Rate (GFR) selama kehamilan mengalami peningkatan sampai 50%. Aliran plasma renal meningkat 25-50%. Alran urinary dan sekresi sodium pada akhir kehamilan dapat terganggu karena perubahan posisi, dimana alirannya menjadi dua kali lebih besar pada posisi lateral rekumbent dibanding pada posisi supinasi.

Meskipun GFR meningkat secara dramatis selama kehamilan, volume urin yang melewati ginjal perhari tidak mengalami peningkatan. Sistem urinary lebih efektif selama kehamilan. Dengan kenaikan GFR, terjadi peningkatan creatinin clearen endogen. Konsentrasi kreatinin dalam serum menurun proporsinya untuk meningkatkan GFR dan konsentrasi nitrogen urin menurun.
Glukosuria selama kehamilan tidak selalu bersifat abnormal. Hal tersebut terjadi karena peningkatan GFR dan lemahnya kapasitas reabsorbsi tubuler untuk memfiltrasi glukosa. Peningkatan kadar glukosa dalam urin berkontribusi terhadap insiden infeksi saluran perkemihan. Peningkatan proteinuria dianggap abnormal jika lebih dari 500mg/24jam.

Kadar enzim renin yang diproduksi ginjal meningkat pada awal trimester pertama dan peningkatan tersebut terjadi sampai kehamilan term. Enzim ini bekerja pada substrat anginotensinogen; dari angiotensin 1, kemudian ke angiotensin 2 yang bekerja sebagai vasokonstriktor. Kehamilan normal resisten terhadap efek peningkatan kadar angiotensin 2 tapi tidak resisten terhadap preeklamsi.

Bladder (Kandung Kemih)
Uterus yang membesar menyebkabkan kandung kemih terangkat. Penekanan uterus menyebabkan peningkatan frekuensi bak. Vaskularisasi bladder meningkat dan tonus otot menurun. Kapasitas bladder meningkat sampai dengan 1500 ml.



Sistem Hematologi

Volume darah
Perubahan fisiologi yang paling dirasakan selama kehamilan adalah peningkatan volume darah. Peningkatan kejadian varises pada ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah kehamilan, jumlah bayi yang pernah dilahirkan, bayi yang dikandung tunggal atau multipel. Peningkatan volume darah berlangsung sampai kehamilan term. Rata-rata peningkatan volume darah pada kehamilan aterm 45-50%. Peningkatan volume darah diperlukan untuk mengkompensasi aliran darah ekstra ke uterus, kebutuhan metabolisme fetus, dan peningkatan perfusi pada organ lain terutama ginjal. Ekstra volume juga diperlukan untuk mengkompensasi kehilangan darah saat persalinan. Rata-rata kehilangan darah pada persalinan pervagina adalah 500-600ml dan kehilangan darah pada persalinan secara saesar sekitar 1000 ml.

Sel darah merah
Jumlah total leukosit meningkat selama kehamilan. Jumlah leukosit pada wanita non hamil sekitar 4300-4500/ml dan pada wanita hamil meningkat mencapai 5000-12000/ml pada kehamilan trimester akhir, meskipun jumlah yang tertinggi 16000/ml pernah ditemukan pada wanita hamil trimester tiga.
Jumlah sel darah putih yang mencapai 25000-30000/ml merupakan hal yang normal selama persalinan. Jumlah lymphosit dan monosit sangat esensial selama kehamilan. Leukosit polymorphonuclear berkontribusi dalam peningkatan sel darah putih.

Faktor pembekuan darah
Selama kehamilan, kadar beberapa faktor koagulan meningkat. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan fibrinogen dan faktor VIII. Faktor VII, IX, X, dan XII juga mengalami peningkatan secara perlahan.

Aktifitas fibrinotik menurun selama kehamilan dan persalinan namun mekanisme yang tepat belum diketahui. Plasenta mungkin berperan dalam perubahan status fibrinotik tersebut. Kadar plasminogen meningkat seiring dengan peningkatan kadar fibrinogen yang menyebabkan keseimbangan aktifitas pembekuan dan lisis darah.




Sitem Kardiovaskuler

Posisi dan Ukuran Jantung
Seperti halnya uterus yang membesar dan diafragma yang mengalami elevasi, jentung bergeser keatas dan sedikit kearah kiri dengan rotasi pada aksis jantung, sehingga denyut jantung pada apeks bergerak lateral.
Kapasitas jantung meningkat 70-80 ml; hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan volume atau hipertropi otot jantung. Ukuran jantung meningkat 12%.

Kardiak Output
Kardiak output meningkat kurang lebih 40% selama kehamilan. Kardiak output maksimum dicapai pada usia kehamilan 20-24 mgg dan berlangsung terus sampai kehamilan aterm. Peningkatan kardiak output bisa mencapai 1,5 L/menit diatas kadar orang non hamil. Kardiak output sangat sensitif terhadap perubahan posisi tubuh. Sensitifitas ini meningkat seiring dengan tuanya kehamilan, sebab uterus menekan vena kava inferior, dengan demikian menurunkan aliran darah balik ke jantung.

Tekanan darah
Tekanan darah sistemik sedikit menurun selama kehamilan. Ada sedikit perubahan pada tekanan darah sistolik, namun tekanan darah diastolik menurun 5-10 mmHg pada usia kehamilan 12-26 minggu. Tekanan darah diastolik meningkat seperti keadaan prepregnant pada 36 minggu kehamilan.

Obstruksi yang disebabkan penekanan uterus pada vena kava inferior dan penekanan bagian presentasi fetus pada vena iliaka dapat menurunkan aliran darah balik ke jantung. Penurunan kardiak output ini menyebabkan turunnya tekanan darah dan menyebabkan edema pada ekstremitas bawah.

Resistensi perifer
Resistensi perifer adalah tekanan darah dibagi kardiak output. Peningkatan tekanan balik vena kembali normal jika ibu hamil berada pada posisi lateral rekumbent.

Efek persalinan terhadap sistem kardiovaskuler
Ketika ibu hamil berada pada posisi supinasi, kontraksi uterus dapat menyebabkan peningkatan kardiak output sebesar 25%, menurunkan heart rate sebesar 15% dan meningkatkan stroke volume sebesar 33%. Saat ibu melahirkan pada posisi lateral rekumbent, keadaan hemodinamik ibu masih dinggap stabil, kardiak output meningkat sebesar 7,6%, heart rate menurun 0,7%, dan stroke volume meningkat sebesar 7,7%. Perbedaan signifikan ini yang berkontribusi terhadap oklusi vena kava inferior yang disebabkan oleh uterus gravid. Selama kontraksi tekanan nadi meningkat 26% pada posisi supinasi namun hanya 6% pada posisi lateral rekumbent. Tekanan vena sentral meningkat berhubungan langsung dengan intensitas kontraksi uterus dan peningkatan tekanan intra abdomen. Volume tekanan darah pulmoner meningkat 300-500 ml selama kontraksi.



Sistem Pulmoner

Perubahan anatomi dan fisiologi
Kehamilan menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi yang berpengaruh terhadap respirasi. Pada awal kehamilan, dilatasi kapiler terjadi pada saluran respirasi ; pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan bronkus. Hal tersebut menyebbkan perubahan suara dan pernapasan melalui hidung mengalami gangguan. Seperti halnya terus yang membesar, diafragma mengalami elevasi sekitar 4 cm dan tulang rusuk terangkat dan meluas menyebabkan pertambahan diameter toraks bagian bawah sekitar 2 cm, dan lingkar dada meningkat sekitar 6 cm. Elevasi diafragma tidak menghalangi pergerakannya. Tonus otot abdomen mengalami penurunan yang menyebabkan respirasi abdomen lebih sering dibanding respirasi diafragma.

Volume dan kapasitas paru
Perubahan terjadi pada volume dan kapasitas paru selama kehamilan. Dead volume (ruang mati) meningkat. Tidal volume meningkat secara bertahap (35-50%) seiring dengan usia kehamilan. Kapasitas paru total menurun 4-5% dengan adanya elevasi diafragma. Kapasitas residu fungsional, volume residu, dan volume cadangan respirasi semua mengalami penurunan sekitar 20%. Volume tidal yang lebih besar dan volume residu yang menurun menyebabkan peningkatan ventilasi alveolar sebesar 65% selama kehamilan. Kapasitas inspirasi meningkat 5-10%.

Perubahan fungsi respirasi antara lain : Respirasi rate 50% mengalami peningkatan, 40% pada tidal volume dan peningkatan konsumsi oksigen 15-20% diatas kebutuhan wanita non hamil. Hiperventilasi yang terjadi pada ibu hamil menyababkan penurunan CO2 alveolar. Penurunan CO2 ini menurunkan tekanan CO2 darah; namun tekanan oksigen alveolar dipertahankan pada batas normal. Hiperventilasi maternal melindungi fetus dari paparan CO2 yang terlalu tinggi.

Efek persalinan terhadap sistem pulmoner
Terjadi penurunan Fungtional Residual Capacity (FRC) selama fase awal tiap kontraksi uterus yang diakibatkan retribusi darah dari uterus ke central venosus pool. Sebab penurunan ini tanpa perubahan ruang mati, terjadi delusi residual menyebabkan pertukaran gas menjadi lebih efisien.




Metabolisme
Seperti halnya fetus dan plasenta yang tumbuh dan kebutuhan tempat yang meningkat pada maternal, perubahan metabolisme juga terjadi. Peruabahan fisik yang nyata adalah perubahan berat badan dan bentuk tubuh.
Pertambahan berat badan tidak hanya karena perubahan uterus namun juga karena pertambahan jaringan payudara, darah dan volume air yang membentuk cairan intraseluler dan ekstraseluler. Deposit lemak dan protein, kenaikan jumlah air seluler menambah deposit pada ibu. Rata-rata pertambahan berat badan selama hamil 12,5kg.

Selama kehamilan normal sekitar 1000gr pertambahan protein, setengah darinya fetus dan plasenta dan terdistribusi sebagai protein kontraktil uterus, jaringan glandular payudara, protein plasma dan hemoglobin. Kadar albumin plasenta menurun dan kadar fibrinogen meningkat.

Total body fat meningkat selama kehamilan, namun jumlahnya bervariasi dengan total pertambahan berat badan. Selama pertengahan masa kehamilan, plasma lipid meningkat namun trigliserida, kolesterol dan lipoprotein menurun segera setelah persalinan. Rasio low density lipoprotein dan high density lipoprotein meningkat selama kehamilan.



De Cherney, Pernoll-O. alih bahasa : Laily Arifin

16 June 2007

Hyperemesis Gravidarum

Laily Arifin


Hyperemesis gravidarum merupakan suatu keadaan yang dikarakteristikkan dengan rasa mual yang berlebihan, muntah, kehilangan berat badan, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Sebagian besar ibu hamil (70-80%) mengalami morning sickness dan sebanyak 1-2% dari semua ibu hamil mengalami morning sickness yang ekstrim yang disebut hyperemesis gravidarum. Hyperemesis gravidarum tidak dapat dicegah namun ibu hamil dapat menjadi lebih nyaman jika mengetahui cara manajemen perawatan hyperemesis gravidarum tersebut.
Kasus hyperemesis gravidarum ringan dapat diatasi dengan perubahan diet, istirahat dan pemberian antasida. Keadaan yang lebih parah hampir selalu memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk penggantian cairan tubuh yang hilang akibat muntah, dan mendapatkan nutrisi melalui iv line.


Penyebab hyperemesis gravidarum belum diketahui. Keadaan tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan hormonal akibat kehamilan. Hypermemesis gravidarum lebih sering dialami oleh ibu dengan kehamilan multipel (kembar dua atau lebih) dan seorang wanita yang mengalami hyperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya mempunyai kemungkinan mengalami hyperemesis gravidarum pada kehamilan berikutnya.


Gejala hyperemesis yang dialami berbeda diantara ibu hamil. Namun gejala umum hyperemesis gravidarum antara lain :

  • Mual dan muntah berat terutama pada trimester pertama kehamilan
  • Muntah setelah makan atau minum
  • Kehilangan berat badan >5% dari BB ibu hamil sebelum hamil, (rata-rata kehilanagn BB 10%)
  • Dehidrasi
  • Penurunan jumlah urine
  • Sakit kepala
  • Bingung
  • Pingsan
  • Jaundise
Hypermesis gravidarum harus mendapatkan perhatian khusus dalam manajemen pengelolaannya karena hyperemesis dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, defisiensi nutrisi, gangguan liver dan jaundise (warna kuning pada kulit, mata dan membran mukosa) yang dapat terjadi pada hyperemesis gravidarum yang parah. Kehilangan berat badan ibu hamil yang berlebih dan kekurangan nutrisi berefek pada pertumbuhan janin.


Perbedaan Morning Sickness dan Hyperemesis Gravidarum

Morning Sickness

Mual kadang disertai muntah
Mual berkurang pada 12 mgg kehamilan
Muntah tidak menyebabkan dehidrasi
Masih toleran terhadap makanan tertentu

Hyperemesis Gravidarum
Mual berat disertai muntah
Mual tidak berkurang setelah 12 mgg kehamilan
Muntah menyebabkan dehidrasi berat
Tidak toleran terhadap makanan

Treatment Hyperemesis Gravidarum

Tujuan Treatment :
  • Menurunkan rasa mual dan muntah
  • Mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
  • Memenuhi kebutuhan nutrisi dan mengatasi kehilangan BB ibu hamil

Hospitalisasi diperlukan untuk mengatasi hyperemesis gravidarum yang parah. Semua makanan dan minuman dihentikan sementara untuk mengistirahatkan GI track.

Tindakan perawatan di Rumah Sakit antara lain :
  • Pemberian cairan intra vena : untuk memberikan hidrasi, elektrolit, vitamin dan nutrisi
  • Percutaneus endoscopic gastrotomy : memberikan nutrisi
  • Medikasi : Metoclopramide, Antihistamin, dan anti reflux medication.

Tindakan perawatan pada Hyperemesis gravidarum :
  • Bed rest : membuat ibu hamil lebih nyaman, namun harus berhati-hati karena istirahat terlalu banyak menyebabkan kehilangan berat badan.
  • Akupresur : menekanan pada titik anti mual dan muntah yang terletak pada 3 jari diatas pergelangan diantara dua tendon. Lakukan penekanan secara lembut selama 3 menit untuk masing-masing tangan.
  • Hypnosis.
  • Herbal : jahe dan peppermint


Informasi lebih lanjut :
http://www.americanpregnancy.org
http://www.helpher.org/hyperemesis-gravidarum/
http://www.engelfire.com

12 June 2007

Pregnancy and Tuberculosis

KEHAMILAN DAN TUBERKULOSIS

Laily Arifin



A. Tuberkulosis

1. Definisi

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

2. Penularan Tuberkulosis

Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer selama 4 - 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara lain hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.Gejala lain yang sering dijumpai antara lain dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

3. Diagnosis TB pada orang dewasa

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.

4. Pengobatan Tuberkulosis

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC tidak sepenuhnya melindungi manusia dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin tersebut tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.

Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG tersebut. Dengan melaksanakan vaksinasi, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.


B. Tuberkulosis pada kehamilan

1. Efek tuberculosis terhadap kehamilan

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/)

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.

Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.

Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.

Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.


2. Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 style="">

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.


3. Tes Diagnosis TB pada Kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.

Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari tuberkulin tes.

Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin.

Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.


4. Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB

Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun wanita non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan masih menjadi perdebatan.


5. Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB

Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.

Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.

Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

Informasi lebih lanjut :

http://medind.nic.inibrt.

http://www.mail-archive.com/

http://proquest.umi.com/pqdweb

http://proquest.umi.com/pqdweb

http://proquest.umi.com/pqdweb.

http://www.infeksi.com/articles

http://www.maphn.org/PDFs/

http://www.okezone.com/index.php.


Untuk informasi up to date lainnya, click icon diatas judul

For the other up to date information, click icon above the title

10 June 2007

Accupressure for labour pain


Teknik Akupresur pada Nyeri Persalinan

Laily Arifin


A. Pendahuluan


Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasann, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan nyeri pada persalinan, baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi lebih efektif dibanding dengan metode nonfarmakologi namun metode farmakologi lebih mahal, dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik ( Dickersin, 1989). Sedangangkan metode nonfarmakologi bersifat nonintrusif, noinvasif, murah, simple, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Burns & Blamey, 1994; Cook & Wilcox, 1997). Metode nonfarmakologi juga dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya (Mackey,1995)


Relaksasi, teknik pernapasan, pergerakan dan perubahan posisi, massage, hidroterapi, terapi panas/dingin, musik, guided imagery, akupresur, aromaterapi merupakan beberapa teknik nonfarmakologi yang dapat meningkatkan kenyamanan ibu saat bersalin dan mempunyai pengaruh pada koping yang efektif terhadap pengalaman persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Sylvia T. Brown, EdD, RN, Carol Douglas, MSN, RN, and LeeAnn Plaster Flood, MSN, CNM pada tahun 2001, menggunakan 10 metode nonfarmakologi yang dilakukan pada sample 46 orang didapatkan bahwa teknik pernapasan, relaksasi, akupresur dan massage merupakan teknik yang paling efektif menurunkan nyeri saat persalinan.


Akupresur merupakan salah satu teknik nonfarmakologi yang paling efektif dalam manajemen nyeri persalinan. Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum, atau pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik akupresur ini dapat menurunkan nyeri dan mengefektifkan waktu persalinan.


B. Teknik Akupresur pada Persalinan


Akupresur merupakan ilmu penyembuhan yang berasal dari Tionghoa sejak lebih dari 500 tahun yang lalu.
Akupresur sebagai seni dan ilmu penyembuhan berlandaskan pada teori keseimbangan yang bersumber dari ajaran Taoisme. Taoisme mengajarkan bahwa semua isi alam raya dan sifat-sifatnya dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok, yang disebut kelompok yin dan kelompok yang.
Semua benda yang yang sifatnya mendekati api dikelompokkan kedalam kelompok yang dan semua benda yang sifatnya mendekati air dikelompokkan kedalam kelompok yin. Api dan air digunakan sebagai patokan dalam keadaan wajar, dan dari sifat api dan air dirumuskan sifat-sifat penyakit dan cara penyembuhannya.


Seseorang dikatakan sehat bila hubungan dan perimbangan yang dan yin relatif seimbang. Tidak ada keseimbangan mutlak dan statis, hubungan antara yang dan yin selalu dinamis. Sakit adalah suatu gejala adanya ketidakseimbangan antara unsur-unsur yang-yin, baik antara manusia (yin) dengan alam semesta (yang), maupun antara manusia satu dengan lainnya, atau antara unsur-unsur kehidupan di dalam tubuh sendiri. Istilah dalam kedokteran tradisional cina, akupresur digunakan agar tubuh bekerja lebih efisien. Dari model medis, teknik akupressur dapat menyebabkan pelepasan endorphine, memblok reseptor nyeri ke otak, menyebabkan dilatasi serviks dan meningkatkan efektifitas kontraksi uterus.


Dalam kedokteran tradisional cina, meridian merupakan saluran yang membawa chi (energi) pada tubuh. Meridian merupakan bagian dari sistem syaraf, pembuluh darah, dan saluran limpa. Meridian terdiri dari 600 titik. Titik meridian tersebut menyeimbangkan energi tubuh yang menyebabkan tubuh berfungsi.
Berapa sering tindakan akupresur dilakukan, tergantung pada kebutuhan individu. Metode akupresur merupakan tindakan yang mudah dilakukan,memberi kekuatan pada wanita saat melahirkan dan mendorong keterlibatan pasangan lebih dekat dalam proses persalinan dan pendidikan antenatal.


Lokasi Titik Akupresur yang berguna saat persalinan antara lain :

  1. Titik Cien Cing

Titik ini dapat diketahui dengan cara menarik garis khayal antara C7 menuju prosessus acromion, titik cien cing terletak pada pertengahan garis tersebut. Akupresuris dapat menemukan titik ini pada tubuh sendiri dengan mengangkat tangan diagonal melewati dada dan palpasi sendiri dengan menggunakan jari telunjuk sepanjang garis khayal tersebut.


Titik ini berguna pada fase pertama dan kedua persalinan untuk menstimulasi kontraksi uterus. Titik ini merupakan titik terbaik digunakan saat menyusui, membuat rileks otot pundak dan meningkatkan suplay ASI.

Teknik akupresur :

Lakukan penekanan kebawah pada titik cien cing tersebut menggunakan ibu jari, atau siku. Ketika menggunakan ibu jari, berikan tekanan yang berasal dari lengan bukan tekanan yang berasal dari sendi ibu jari. Pada titik ini sebaiknya dilakukan pada kedua bahunya, namun dapat juga dilakukan sendiri pada satu bahu.

Tekanan dapat dilakukan pada setiap permulaan kontraksi atau lakukan penekanan lembut secara terus-menerus untuk mengintensifkan kontraksi.


  1. Titik Bl 32 (Pang Kuang Su)

Lokasi titik ini kira-kira sepanjang jari telunjuk wanita diatas lipat pantat selebar ibu jari disisi tulang belakang.

Saat persalinan mulai, awali teknik akupresur dengan melakukan penekanan pada titik ini dengan menggerakkan jari menuruni tulang belakang (kira-kira selebar ibu jari) sejalan dengan kemajuan persalinan.

Teknik akupresur :

- Tempatkan jari pada titik akupresur dan lakukan tekanan yang lembut. Tekanan dapat ditingkatkan dengan melakukan penekanan kearah belakang pada awal kontraksi.

- Titik ini lebih banyak digunakan karena meningbulkan efek ’anestesi’ pada kontraksi yang kuat, terlihat jelas efek ini saat penekanan dihentikan.

- Penekanan pada titik ini akan menimbulkan rasa hangat, geli,dan agak sakit. Jika terasa sangat sakit, lakukan penekanan pada sekitar tulang.

- Titik ini sering digunakan pada wanita dengan posisi menunduk atau berlutut pada lantai, meja, tempat tidur dll. Teknik ini dapat juga efektif digunakan dalam air, namun kurang fleksibel pada sebagian orang.

- Penekanan kuat pada titik BL32 dapat dilakukan pada wanita bersalin yang selalu ingin mengedan sedangkan serviks belum cukup berdilatasi


  1. Titik pantat

Titik ini berada pada garis horisontal dari puncak lipatan pantat. Jika melakukan tekanan pada sepanjang garis ini akan terasa lembut kira-kira dua pertiga antara lipat pantat dann tulang pinggul.


Teknik akupresur :
Tempatkan tangan pada pinggul pasien dan lakukan dorongan kedalam titik ini dengan menggunakan ibu jari dan bantu ibu untuk bergerak saat kontraksi.
Dua samapai 3 hari sebelum tanggal persalinan, BL 32 dan titik pantat dapat digunakan bersamaan dengan masage pada sakral, lakukan penekanan kebawah dan mengelilingi pantat. Tujuannya adalah memberikan energi pada serviks agar persalinan berjalan secara optimal.


  1. Titik pada Tangan

Titik ini terletak sepanjang lipatan tangan ketika jari-jari menyatu pada telapak tangan. Titik ini membantu pelepasan endorphin ke dalam tubuh.

Teknik akupresur :

Pegang sisir kecil dengan kencang. Pasien dapat menggenggam sisir tersebut saat kontraksi dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tindakan ini bila terasa bermanfaat.Titik ini sangat membantu untuk menurunkan nyeri saat kontraksi


  1. Titik K1 . Titik ini terletak pada 1/3 bagian atas telapak kaki, ketika telapak kaki fleksi (menarik jari kaki kedepan kearah telapak kaki)

Teknik akupresur :

Lakukan penekanan yang kuat kedalam dan kedepan kearah jempol kaki. Titik ini mempunyai efek relaksasi dan dapat digunakan kapan saja saat persalinan dan sangat efektif dilakukan selama fase kedua persalinan. Penekanan pada titik ini juga dapat berguna saat pasien panik (misal mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada persalinan sebelumnya). Titik ini berguna untuk membantu perineum relaksasi selama fase kedua persalinan.


  1. Titik Co4 (He Kuk)

Titik ini terletak antara tulang metakarpal pertama dan kedua (antara ibu jari dan jari telunjuk) pada bagian distal lipatan pada kedua tangan.

Teknik akupresur :

Berikan penekanan pada titik ini dengan menggunakan ibu jari. Penekanan pada titik ini berguna untuk mengintensifkan kontraksi, saat kontraksi ireguler.

Titik Co4 dapat digunakan selama fase keduapersalinan. Hal ini bertujuan agar tubuh berusaha menggerakkan bayi turunmelewati jalan lahir. Penekanan pada titik ini sangat berguna terutama pada saat ibu kelelahan dan mengedan tidak efektif.




Titik akupresur jika persalinan tidak mengalami kemajuan

  1. Titik Sp6 (San Yin Ciao) Tititk ini penting untuk membantu dilatasi serviks dan dapat digunakan ketika serviks tidak efektif berdilatasi selama persalinan.

Titik ini terletak empat jari diatas mata kaki dalam.

Teknik Akupresur :

- Lakukan tekanan langsung pada titik ini dengan telunjuk atauibu jari.

- Gunakan titik ini pada satu kaki kira-kira satu menit (hitung perlahan sampai 60!) kemudian gunakan titik ini pada kaki yang lain setelah 20-30 menit.

- Setelah dilakukan penekanan pada titik ini, beberapa wanita akan merasakan serviks meregang dan kontraksi semakin kuat.

- Teknik ini sebaiknya tidak digunakan saat persalinan berjalan normal, persalinan bukan berapa jam dapat melahirkan, namun bagaimana menikmati proses melahirkan.

- Ketika ketuban telah pecah dan persalinan tidak mengalami kemajuan dapat dilakukan penekanan pada BL32 dan Sp 6 untuk membantu persalinan


  1. Titik P6

Titik ini terletak 3 jari diatas pergelangan tangan segaris dengan jari tengah.

Teknik akupresur :

Titik ini dapat digunakan pada mual ringan sampai muntah. Lakukan penekanan pada titik ini dan pertahankan sampai terasa efektif, biasanya selama 5 menit. Penekanan ini dapat dilakukan pada satu pergelangan tangan atau keduanya.



C. KESIMPULAN
Teknik akupresur merupakan salah satu teknik nonfarmakologis yang sangat efektif dalam manajemen nyeri persalinan. Teknik akupresur dapat menyebabkan pelepasan endorphine, memblok reseptor nyeri ke otak, menyebabkan dilatasi serviks dan meningkatkan efektifitas kontraksi uterus. Tindakan akupresur merupakan tindakan noninfasif yang tidak mempunyai efek merugikan bagi pasien sehingga dan dapat dilakukan oleh perawat atau keluarga pasien. Metode akupresur merupakan tindakan yang mudah dilakukan, memberi kekuatan pada wanita saat melahirkan dan mendorong keterlibatan pasangan lebih dekat dalam proses persalinan dan pendidikan antenatal.




D. DAFTAR PUSTAKA

Betts. Debra Acupuncture technique foruse duringchildbirth and pregnancy. http://www.childbirthsolutions.com/articles/birth/acupressure/index.php. Diambil pada tanggal 20 April 2007

Sukanta Putu Oka. (2003). Akupresur dan minuman untuk mengatasi gangguan kesehatan reproduksi. PT Elex Media Komputindo,Jakarta

Sylvia T. Brown, Carol Douglas, LeeAnn Plaster(2001). Womenn’s Evaluationof Intrapartum Nonpharmacological pain relief methods used during labor. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi. diambil pada tanggal 20 April 2007

09 June 2007

Morning Sickness

Laily Arifin


Pendahuluan
Sekitar setengah sampai dua pertiga dari semua wanita hamil mengalami morning sickness terutama pada trimester pertama kehamilan. Gejala umum yang sering dirasakan adalah adanya rasa mual dan muntah. Kebanyakan wanita mengalami gejala tersebut pada minggu ke-4 kehamilannya dan gejala menurun pada minggu ke-12 kehamilannya.


Definisi
Morning sickness atau pregnancy sickness merupakan perasaan mual yang disertai atau tanpa disertai muntah selama kehamilan.
Morning sickness dapat terjadi setiap saat sepanjang hari terutama ketika lambung dalam keadaan kosong. Jika rasa mual dan muntah menetap atau semakin memburuk, maka kondisi tersebut disebut hyperemesis gravidarum.


Gejala morning sickness
Gejala morning sickness meliputi :

  • rasa mual
  • kehilangan selera makan
  • muntah
  • efek psikologis : depresi, cemas

Penyebab morning sickness
Penyebab pasti morning sickness belum diketahui. Perubahan fisik selama kehamilan dipercaya menyebabkan overstimulasi pada kontrol neurologis mual dan muntah yang berada di batang otak. Perubahan fisik tersebut antara lain peningkatan hormon HCG dan estrogen dalam darah pada trimester pertama, peregangan pada otot uterus, fluktuasi tekanan darah terutama pada saat tekanan darah menurun, relaksasi relatif pada otot saluran pencernaan (yang menyebabkan pencernaan kurang efisien) dan peningkatan asam lambung yang disebabkan lambung kosong atau makan makanan yang salah.
Faktor emosi perperan penting pada kejadian morning sickness. Morning sickness jarang dialami oleh wanita hamil dengan latar balakang sosial rendah dimana gaya hidup lebih sederhana, lebih rileks, dan sedikit tuntutan.
Pada kehamilan yang tidak diharapkan kejadian morning sickness lebih tinggi dibanding pada kehamilan yang diharapkan.


Efek morning sickness pada fetus
Muntah menyebabkan ketegangan pada otot abdomen dan rasa sakit, namun mekanisme fisik muntah tidak berbahaya pada fetus. Fetus terlindung secara sempurna dalam kantong yang berisi cairan amnion. Namun muntah yang berkepanjangan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan berat badan ibu hamil yang menyebabkan deprivasi nutrisi pada fetus dan meningkatnya resiko berat badan bayi lahir rendah.


Treatment morning sickness
  • Antasida --- rendah sodium
  • Vitamin B6
  • Larutan gula
  • Akupresur pada 3 jari diatas pergelangan tangan
  • Antihistamin (dengan resep dokter) bila muntah menetap, insufisiensi peningkatan berat badan dan tanda-tanda dehidrasi

Manajemen morning sickness
Perawatan morning sickness meliputi pengaturan diet dan perubahan pola hidup. Perawatan mandiri yang dapat dilakukan wanita hamil antara lain :

Pagi hari :
  • Perbanyak waktu istirahat ditempat tidur. Jangan tergesa-gesa bangun dari tempat tidur setelah membuka mata dipagi hari. Beri jeda sekitar satu jam antara membuka mata dan bangun dari tempat tidur.
  • Makan crackers atau roti kering 20-30 menit sebelum bangun dari tempat tidur. Crackers dapat mencegah lambung kosong dan menstabilkan kadar gula darah dalam tubuh.

Siang hari :

  • Makan 4-5 kali dengan porsi kecil sebagai pengganti makanan berat dan hindari terlalu kenyang atau terlalu lapar. Lambung yang kosong dan kadar gula darah yang rendah dalam tubuh akibat lamanya rentang makan dapat menyebabkan mual seperti halnya makan yang terlalu banyak pada satu saat.
  • Makan makanan tinggi protein dan karbohidrat untuk mencegah mual.
  • Mengurangi makanan yang mengandung banyak air, sebagai gantinya minumlah setengah jam sebelum atau sesudah makan namun tidak bersamaan pada saat makan.
  • Minum sedikit dan sering tiap 2-3 jam walaupun tidak haus, 10-12 gelas air/hari untuk menghindari dehidrasi.
  • Jus buah, teh herbal, makanan atau minuman yang terbuat dari jahe dapat mengurangi rasa mual.
  • Menghirup aroma lemon atau jahe, minum lemon atau mengkonsumsi semangka dapat mengurangi rasa mual.
  • Duduk beberapa saat setelah makan, gravitasi membantu makanan masuk ke dalam lambung. Bergerak secara perlahan dan menghindari gerakan mendadak.
  • Hindari pemicu mual : bau badan, aroma makanan yang tajam, kosmetik yang beraroma wangi, toiletris dan sampah.
  • Perbanyak istirahat dan tidur disiang hari. Tempatkan bantal dibawah kepala dan kaki. Hal tersebut sangat penting bila ibu hamil harus bangun lebih awal dipagi hari. Namun jangan tidur setelah makan karena dapat meningkatkan rasa mual.
  • Hindari tempat yang hangat karena dapat meningkatkan rasa mual.
  • Sikat gigi dengan menggunakan pasta gigi dan membilas mulut setiap habis muntah. Hal ini dapat menyegarkan mulut dan menurunkan rasa mual serta menurunkan resiko kerusakan gigi dan gusi yang dapat terjadi akibat bakteri dan material muntahan di mulut. Namun jangan lakukan sikat gigi segera setelah makan karena dapat menyebabkan muntah.
  • Hirup udara segar dan lakukan exercise setiap hari.
  • Hindari merokok, alkohol dan kafein.
  • Hindari stress. Morning sickness lebih banyak terjadi pada wanita hamil yang mengalami stress baik dalam rumah maupun pekerjaan.

Malam hari :
  • Sebelum tidur makan snack, yogurt, roti, susu, sereal atau sanwich.
  • Hindari makanan yang berminyak, terlalu pedas dan beraroma menyengat yang dapat menyebabkan mual.
  • Tidak tidur terlalu malam. Wanita hamil perlu energi untuk bangun pagi dan melakukan aktivitas esok harinya. Jika bangun tengah malam, makanlah cracker beberapa potong.

Kesimpulan :
Morning sicness merupakan rasa mual dan muntah yang umumnya dialami oleh wanita hamil pada trimester pertama kehamilan. Perawatan yang penting dalam penanganan morning sickness adalah pengaturan diet dan perubahan pola hidup yang dapat mendukung proses kehamilannya. Perlu kerja sama antara wanita hamil, pasangan dan tenaga kesehatan dalam penanganan morning sickness tersebut agar tidak berlanjut menjadi hyperemesis gravidarum dan berdampak buruk terhadap kehamilannya.




Informasi lebih lanjut :
http://www.americanpregnancy.org
http://www.healtscout.com
http://pregnancy.about.com
http://www.betterhealth.vic.gov.au
http://womenshealth.about.com
http://www.netdoctor.co.uk

06 June 2007

Women's Evaluation of Intrapartum Nonpharmacological Pain Relief Methods Used during Labor

Women's Evaluation of Intrapartum Nonpharmacological Pain Relief Methods Used during Labor

J Perinat Educ. 2001 Summer; 10(3): 1–8.

doi: 10.1624/105812401X88273.

Copyright 2001 A Lamaze International Publication


http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1595076

Women's Evaluation of Intrapartum Nonpharmacological Pain Relief Methods Used during Labor


Sylvia T. Brown, EdD, RN, Carol Douglas, MSN, RN, and LeeAnn Plaster Flood, MSN, CNM

Sylvia Brown is a professor in the School of Nursing at East Carolina University in Greenville, North Carolina.

Carol Douglas is an instructor in the Nursing Department at Pitt Community College in Greenville, North Carolina.

Leeann Plaster Flood is a nurse-midwife practicing in Fayetteville, North Carolina.

Top

Abstract

A wide variety of pain relief measures are available to women in labor. This retrospective, descriptive survey design study examined which nonpharmacologic pain-relief techniques laboring women use most often and the effectiveness of the chosen techniques. Of the 10 nonpharmacological strategies rated by the sample (N = 46), breathing techniques, relaxation, acupressure, and massage were found to be the most effective. However, no specific technique or techniques were helpful for all participants. The results provide directions for childbirth educators in designing and implementing an effective childbirth education curriculum that assists women to have empowered birth experiences.

Keywords: pain management, labor pain, childbirth education

Top

Abstract

Review of Literature

Method

Results

Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

References

For several decades, childbirth educators have focused on the alleviation or reduction of pain and suffering during the childbearing experience. A wide array of nonpharmacological pain relief measures, as well as pharmacological interventions, are presently available to women in labor. Relaxation, breathing techniques, positioning/movement, massage, hydrotherapy, hot/cold therapy, music, guided imagery, acupressure, and aromatherapy are some self-help comfort measures women may initiate during labor to achieve an effective coping level for their labor experience. Lamaze childbirth preparation classes teach the majority of these techniques (Nichols & Humenick, 2000). Women are encouraged to employ a variety of simple, nonpharmacologic techniques to reduce or modify labor pain with no potential for causing harmful effects to the mother or infant. This study investigated the nonpharmacologic methods women choose to use to manage pain during labor and which methods they found to be most effective. Information obtained from the study can provide direction for childbirth educators in designing and implementing an effective childbirth preparation curriculum.

Top

Abstract

" v:shapes="Picture_x0020_89" border="0" height="10" width="5">Review of Literature

Method

Results

Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

References

Review of Literature

A wide variety of cognitive, behavioral, and sensory interventions may contribute to a parturient's pain management and overall sense of comfort (Lowe, 1996). Included among the benefits of using nonpharmacologic pain techniques in labor are their attributes of being nonintrusive, noninvasive, low-cost, simple, effective, and without adverse effects (Burns & Blamey, 1994; Cook & Wilcox, 1997; Geden, Lower, Beattie, & Beck, 1989; Schuiling & Sampselle, 1999; Simkin, 1995). Nonpharmacologic methods have been shown to promote a higher satisfaction with the labor experience because of perceived control and empowerment (Mackey, 1995; Waldenstrom, Borg, Olsson, Skold, & Wall, 1996).

Relaxation is thought to increase pain tolerance through a number of mechanisms, including the reduction of anxiety, decreased catecholamine response, increased uterine blood flow, and decreased muscle tension.

Cognitive pain management strategies begin with the woman's preparation for childbirth through information gathering. In today's age of high-tech communications, the amount of information available is overwhelming and can be accurate or inaccurate, depending on the source. Childbirth education classes can provide accurate, up-to-date information that assists the parturient to be well prepared for the birth experience. Guided imagery is another powerful cognitive activity that can be used to reduce pain perception by engaging the mind so that awareness of the incoming pain stimuli is reduced (Jones, 1988). All methods of childbirth preparation embrace the notion that the mind is linked to the physiol-ogic processes and pain messages. Therefore, guiding the parturient's thoughts to pleasant experiences can be an effective pain and coping intervention (Lowe, 1996).

The most common behavioral technique discussed in the pain management literature is relaxation. Relaxation is thought to increase pain tolerance through a number of mechanisms, including the reduction of anxiety, decreased catecholamine response, increased uterine blood flow, and decreased muscle tension (Lowe, 1996). Relaxation is most effective as a pain management strategy when learned and practiced in advance of the labor experience. Commonly used techniques include a focus on specific relaxation and patterned breathing exercises as a distraction from the discomforts of labor (Olds, London, & Ladewig, 1996). Maternal positioning and movement have been found to reduce pain during labor (Lowe, 1996; Simkin, 1995). Women in early labor maintaining a vertical position demonstrate less pain (Melzack, Belanger, & Lacroix, 1991), while some find that specific rhythmic movements increase their tolerance for contraction-related pain. Movement and position changes may decrease pain and enhance uterine blood flow, uterine activity, fetal descent, and personal control (Andrews & Chrzanowski, 1990; Lowe, 1996; Shermer & Raines, 1997).

Sensory interventions include any modality that provides sensory input to promote relaxation, enhance positive thoughts, or modulate the transmission of nociceptive stimuli. Music, touch, massage/effleurage, acupressure, hot/cold therapy, aromatherapy, and hydrotherapy are sensory strategies that may promote comfort. Music has been found to have a significant reduction effect on pain intensity in laboring women (Hugh & Louis, 1985). Durham and Collins (1986) found that music created an atmosphere of relaxation for couples and a common ground for couples to relate with each other and the childbirth educator. Massage has been found to be an effective therapy to decrease pain, anxiety, agitation, and a depressed mood during labor (Field, Hernandez-Reif, Taylor, Quintino, & Burman, 1997). In addition, Field et al. reported that massaged mothers had significantly shorter labors, a shorter hospital stay, and less postpartum depression. The application of hot/cold has been a sensory intervention used for many years. Hot compresses applied on the abdomen, groin, or perineum; a warm blanket over the entire body; and ice packs on the lower back, anus, or perineum are effective pain-relief interventions for labor pain (Simkin, 1995). Acupressure—the application of finger pressure or deep massage to traditional acupuncture points located along the body's meridians or energy flow lines—has been reported to reduce labor pain and promote progress (Simkin, 1995; Nichols & Humenick, 2000). Burns and Blamey (1994) report that women in labor and their midwives have expressed a high degree of overall satisfaction in using aromatherapy, another sensory intervention, during labor. Whirlpool baths in labor have been demonstrated to have a positive effect on analgesia requirements, condition of the perineum, instrumentation rates, and personal satisfaction (Rush, Burlock, Lambert, Loorley-Millman, Hutchison & Enkin, 1996). Benfield, Herman, Katz, Wilson & Davis (2001) report that hydrotherapy promotes short-term relaxation by decreasing anxiety and pain; additionally, hydrotherapy is associated with a positive plasma volume shift, thus correcting uterine dyskinesia while decreasing the total length of labor and need for analgesics.

Controlling pain without harm to mother, fetus, or labor progress remains a primary focus during the labor experience. Pharmacologic measures for labor generally have been found to be more effective than nonpharmacologic measures in lowering pain levels; however, they are more costly and have potential adverse effects (CNM Data Group, 1998; Dickersin, 1989). Childbirth educators must honor the mother's ability and right to choose how she will address pain, whether or not her choice is in agreement with the educator's philosophy of pain management during labor (Jiménez, 1996). While the traditional focus in Lamaze education has been on achieving a childbirth that is both painless and natural, many clients today are selecting epidural anesthesia to assure a “painless” childbirth. Jiménez (1996) suggests that the focus must change from pain management to comfort management, as educators equip clients with skills that can result in increased comfort. The use of nondrug interventions should complement, not replace, pharmacologic interventions for the management of labor and delivery pain (Acute Pain Management Guideline Panel, 1992; CNM Data Group, 1998; McCaffery & Pasero, 1999). Although nonpharmacologic methods can be effective in helping patients relax during labor, few well-controlled studies demonstrate that these methods actually reduce perceived pain (McCaffery & Pasero, 1999). Patient preferences and perceived efficacy of the various modalities are needed to determine strategies to employ during the labor experience. Therefore, this study examined which nonpharmacologic pain relief techniques laboring women used most often and the effectiveness of the techniques used.

Childbirth educators must honor the mother's ability and right to choose how she will address pain, whether or not her choice is in agreement with the educator's philosophy of pain management during labor.

cTop

Abstract

Review of Literature

" v:shapes="Picture_x0020_90" border="0" height="10" width="5">Method

Results

Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

References

Method

A retrospective, descriptive survey design was used to determine which nonpharmacologic pain relief techniques laboring women used most often and which techniques they perceived to be most effective. The sample consisted of women who had attended childbirth preparation classes conducted by a Lamaze Certified Childbirth Educator (LCCE), and who were at least 18 years old, literate in English, within 6 months postpartum, and willing to participate in the study.

Instrument

The investigators designed a survey instrument, consisting of 40 items, to gather data. Items included demographic data, obstetric history, events during pregnancy and labor, presence of a support person, and a list of 10 common nonpharmacologic childbirth pain-management techniques. Subjects were requested to identify whether or not these techniques were “taught” or “not taught” in the childbirth preparation classes they attended. Subjects then were asked to complete a section in which they ranked these techniques as very effective, somewhat effective, not very effective, or not used during labor. The specific nonpharmacologic pain methods chosen for inclusion on this survey were selected because, according to the literature, evidence reports that they are beneficial in assisting women to cope effectively with the pain of labor. Additionally, a comment section was provided to allow subjects further input.

A pilot study was completed prior to the formal study. Eleven subjects who met the inclusion criteria completed the instrument. Responses were reviewed by the investigators to ascertain appropriateness of the survey instrument. The review of the pilot surveys confirmed that the survey topics were representative of the methods women were taught in childbirth preparation classes and methods women were able to utilize during labor.

Procedure

Permission to conduct the study was obtained through the Policy and Review Committee on Human Research at a university setting. Cover letters were designed and attached to each survey and addressed the purpose of the study, informed consent, confidentiality, and directions for completing and submitting the survey.

The association headquarters for Lamaze International was contacted to obtain a list of current LCCEs in a selected state in the southeastern United States. Ten LCCEs were randomly selected, contacted, informed of the study, and asked for their willingness to participate by submitting names and addresses of childbirth education participants. The researchers mailed the survey directly to 90 postpartum women from the list provided. Self-addressed, stamped envelopes were provided to all participants for the return of the surveys to the researchers. The final convenience sample size consisted of 46 women, which represented a 51% return rate.

Top

Abstract

Review of Literature

Method

" v:shapes="Picture_x0020_91" border="0" height="10" width="5">Results

Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

References

Results

The sample consisted of 37 primiparas and 9 multiparas ranging in parity from two to four children. The majority (82.6%) were Caucasian. Participants were primarily between 20 to 30 years of age (58.7%) and the majority were married (93.5%). The majority of women (56.5%) had completed two to four years of college or higher; the remaining 43.5% had completed tenth to twelfth grades of high school (see Table 1).

Participants indicated that their major source of support during labor was the father of the baby (84.8%), while their mother and the nurse followed in ranking order. The majority of the sample (97.8%) indicated they read books and magazines about labor and delivery, as well as literature given by health care providers (91.3%) in preparation for childbirth. The overwhelming majority (93.5%) characterized their partner's support and participation during their pregnancy as listening and demonstrating concern during their pregnancy, followed by attending childbirth classes with them (89.1%) and attending prenatal visits (69.6%).

When asked to describe their general feelings before their labor began, the sample indicated the following responses: frightened (52.2%), relaxed (26.1%), confident (34.8%), doubtful about their ability to deal with pain (43.5%), confident in their physician/midwife (60.9%), felt good about self and pregnancy (52.2%), wanted to try a “natural” birth (45.7%), and planned on an epidural and/or pain medicine (34.8%). The majority (71.7%) indicated the use ocf pain medication during labor and approximately one-third (34.8%) had an epidural during labor. The majority had a vaginal delivery (73.9%), with their labor lasting less than 12 hours (71.1%) and the baby weighing five to nine pounds (97.8%).

A list of 10 nonpharmacologic pain management techniques was provided for participants to indicate if they were taught these strategies in their Lamaze classes and if they used the strategies. If they did employ the strategies, the participants were then asked to rate theeffectiveness of their use. Tables 2 and 3 and Figure 1 provide a summary of findings. All participants indicated they were taught relaxation, breathing, position change, and massage/effleurage in their childbirth preparation classes. The only listed technique that was not taught in the majority of classes was aromatherapy. All of the listed techniques were used by at least one participant in the sample, with breathing and relaxation being the predominant techniques employed; the least used strategies were hydrotherapy, music, and aromatherapy. Participants reported breathing techniques as the most effective pain relieving technique used during labor, followed by relaxation, acupressure, and massage.

Participants reported breathing techniques as the most effective pain relieving technique used during labor, followed by relaxation, acupressure, and massage.

Multiparas and primiparas were very similar in the techniques they used and in the ones they found effective. Identified differences included that primiparas tended to use hot/cold therapy and music more often than multiparas, while multiparas used frequent changes of position and hydrotherapy more often than primiparas. The multiparas and primiparas were similar in their use of the other therapies. Primiparas found massage and acupressure more effective than did multiparas. The remaining therapies were similar in effectiveness among primiparas and multiparas.

In terms of medication usage, primiparas were significantly more likely to use pain medication than were multiparas (29 out of 34 = 85% vs. 4 out of 9 = 44%; p=.02). Both nonmedication users and pain medication users were similar in their use of relaxation, breathing, change of position, acupressure, and guided imagery. Music and hot/cold therapy were employed more often by pain medication users than by nonusers, while hydrotherapy and massage were more often employed by nonmedication users than by pain medication users. Massage and acupressure were reportedly more effective for pain medication users than for nonusers, while relaxation, breathing, and frequent changes of position were reportedly more effective for nonmedication users than for pain medication users. Although only one pain medication user and three nonmedication users employed hydrotherapy, all of the nonmedication users found this strategy effective.

Top

Abstract

Review of Literature

Method

Results

" v:shapes="Picture_x0020_92" border="0" height="10" width="5">Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

References

Discussion

The findings of this study are congruent with existing theoretical and research evidence, which suggest that labor pain is a subjective multidimensional experience (Acute Pain Management Guideline Panel, 1992; Brown, Campbell, & Kurtz, 1989; Lowe, 1996; McCaffery & Pasero, 1999). Not one specific technique or combination of interventions helps all women or even the same woman throughout the labor experience (Hodnett, 1996). All nonpharmacologic techniques explored in this study were found to be helpful in some degree for some study participants, while other participants indicated the same strategies were less effective or ineffective.

… labor pain is a subjective multidimensional experience …. Not one specific technique or combination of interventions helps all women or even the same woman throughout the labor experience.

Some techniques, such as hydrotherapy and aromatherapy, were used infrequently. The limitations or restrictions imposed by the birth setting may be a possible contributing factor to the infrequency in use of some techniques; however, the researchers did not request birth setting information as part of the demographic data on the survey. Thus, this represents a limitation of the study.

Anecdotal responses indicated that some strategies even enhanced the pain experience. For example, one participant commented, “Massage did not help because it was distracting for me and intensified the pain. I enjoy massage/touch when I'm not in labor, but it was not helpful ducring this labor or my three previous deliveries.” Yet, over half the sample used massage and the overwhelming majority found it to be an effective strategy for pain management. Most techniques investigated had a range of effectiveness from very effective to not very effective indicated by participants; thus, demonstrating again the subjective nature of pain. Another participant commented that breathing techniques and support from her husband were crucial to her management of pain. Only three participants indicated that breathing techniques were ineffective; however, this strategy was found to be the most helpful technique for most of the sample. The father of the baby was the major support for mothers in this study. In this study, no single measure was found to be the key to effective coping and management of pain in labor.

The influence of psychologic factors on pain perception is a well-known clinical phenomenon (Lowe, 1996). An interesting comment from one participant spoke to the psychological preparation needed, as well as the feeling of mastery of the birth experience that women strive for. This participant stated, “It's always an encouragement to see videos and hear about Moms who have managed a delivery naturally without painkillers—but if you don't manage it yourself, then it makes you feel like you failed.” Thus, childbirth educators must focus on strategies that promote comfort and enable women to identify coping mechanisms that provide greater participation in and mastery of the birth event while, at the same time, instilling acceptance in whatever their accomplishments.

Interestingly, over half of the sample indicated they felt frightened about the labor experience and almost half felt doubtful of their ability to deal with pain. Only one-third of the sample expressed a feeling of confidence before labor. Since the majority of the participants were primiparas, this lack of confidence and fear of the unknown is, to some degree, to be expected. However all participants had completed childbirth preparation classes designed to give them confidence. In addition, primiparas were significantly more likely to use pain medication than multiparas in this sample. This finding also points to feelings of doubtfulness in their ability to deal with the pain experience.

[C]hildbirth educators must focus on strategies that promote comfort and enable women to identify coping mechanisms that provide greater participation in and mastery of the birth event while, at the same time, instilling acceptance in whatever their accomplishments.

Top

Abstract

Review of Literature

Method

Results

Discussion

" v:shapes="Picture_x0020_93" border="0" height="10" width="5">Implications for Practice

Authors' Note

References

Implications for Practice

Numerous nonpharmacologic methods of pain relief can be initiated during labor. Nurses and childbirth educators must be willing to provide comprehensive childbirth education that introduces women to a variety of pain management options. Nurses and childbirth educators must also be willing to provide sensitive, continuous care that is a collaborative effort with the woman to assist her in coping with pain and mastering the experience of childbirth. Exposure to a variety of pain management strategies in childbirth education classes can allow more options for clients to use in the childbirth experience.

Psychological preparation is also extremely important due to the close link between pain and anxiety. Studies show that confidence is greater after childbirth education and that confidence is powerfully related to decreased pain perception and decreased medication/analgesia use during labor (Lowe, 1996). However, the low level of prelabor confidence and the high level of prelabor frightened feelings and doubt in successfully dealing with pain—as reported by this sample—indicate a need for additional strategies to build confidence during childbirth education. Childbirth educators can have a positive influence in the development of confidence and feelings of empowerment in the expectant mother.

It is hoped that a greater use of techniques can contribute to better outcomes, lower costs, and higher patient satisfaction. Continued investigation is needed to determine pain-relief strategies that are safe and effective and enhance patient satisfaction during the birth experience, which is one of life's most memorable and challenging experiences.

Top

Abstract

Review of Literature

Method

Results

Discussion

Implications for Practice

" v:shapes="Picture_x0020_94" border="0" height="10" width="5">Authors' Note

References

Authors' Note

This project was partially funded by Beta Nu chapter, Sigma Theta Tau.

Adolescent Birthrate Falls to Record Low, Study Finds

The 1999 adolescent birthrate was the lowest seen in the United States since 1940, according to a study published recently by the Centers for Disease Control and Prevention. In addition, in 1999 the number of triplet births and higher-order multiple births declined for the first time in 10 years.

The report findings include the following:

  • In 1999 the birthrate among adolescents ages 15 to 19 was 49.6 births per 1,000 female adolescents; in 1991 the rate was 62.1 births per 1,000 female adolescents;
  • The rate of twin births increased by 3% from 1998 to 1999, and the rate of triplet births and other higher-order multiple births fell by 4%;
  • In 1999 first-time mothers' median age increased to 24.5, up from 1998;
  • From 1998 to 1999 the number of births to unmarried women increased by 1% to 1,308,560, the highest number ever reported;
  • The rate of pregnant women who received prenatal care increased from 82.8% in 1998 to 83.2% in 1999;
  • The rate of women who smoked cigarettes during pregnancy, which has fallen steadily since 1989, declined to 12.6% in 1999, but tobacco use by pregnant adolescents continued to increase; and
  • The rate of preterm births (less than 37 weeks' gestation) increased slightly, rising from 11.6% in 1998 to 11.8% in 1999.

Ventura, S.J., Martin, J.A., Curtin, S.C., et al. (2001). Births: Final data for 1999. National Vital Statistics Reports 49(1):1–4. Report available at www.cdc.gov/nchs.

Centers for Disease Control and Prevention (2001, April 17). Higher order multiple births drop for first time in a decade. Press release available at www.cdc.gov/nchs/releases/01news/multibir.htm.

The above news brief appeared in the April 20, 2001, electronic issue of MCH Alert (www.ncemch.org/alert/alert042001.htm). MCH Alert is produced by the National Center for Education in Maternal and Child Health in Arlington, VA (www.ncemch.org/alert).

Top

Abstract

Review of Literature

Method

Results

Discussion

Implications for Practice

Authors' Note

" v:shapes="Picture_x0020_95" border="0" height="10" width="5">References

References

  • Acute Pain Management Guideline Panel. 1992. Acute pain management: Operative or medical procedures and trauma. Clinical practice guideline. (Agency for Health Care Policy and Research Publication No. 92–0032). Rockville, MD: Agency for Health Care Policy and Research, United States Department of Health and Human Services, Public Health Service.
  • Andrews C. M, Chrzanowski M. Maternal position, labor, and comfort. Applied Nursing Research. 1990;3(1):7–13. [PubMed]
  • Benfield R. D, Herman J, Katz V. L, Wilson S. P, Davis J. M. Hydrotherapy in labor. Research in Nursing & Health. 2001;24(1):57–67. [PubMed]
  • Brown S. T, Campbell D, Kurtz A. Characteristics of labor pain at two stages of cervical dilation. Pain. 1989;38:289–295. [PubMed]
  • Burns E, Blamey C. Using aromatherapy in childbirth. Nursing Times. 1994;90(9):54–60. [PubMed]
  • CNM Data Group. Midwifery management of pain in labor. Journal of Nurse-Midwifery. 1998;43(2):77–82. [PubMed]
  • Cook A, Wilcox G. Pressuring pain: Alternative therapies for labor pain management. Association of Women's Health, Obstetric and Neonatal Nurses's Lifelines. 1997;1:36–41.
  • Dickersin, K. Pharmacological control of pain during labour. 1989. In: Chalmers, I., Enkin, M., & Keirse (MJNC eds.). Effective Care in Pregnancy and Childbirth (vol. 2).Oxford: Oxford University Press, 913–950.
  • Durham L, Collins M. The effect of music as a conditioning aid in prepared childbirth education. Journal of Obstetric, Gynecologic and Neonatal Nursing. 1986;15:268–270.
  • Field T, Hernandez-Reif M, Taylor S, Quintino O, Burman I. Labor pain is reduced by massage therapy. Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology. 1997;18(4):286–291. [PubMed]
  • Geden E. A, Lower M, Beattie S, Beck N. Effects of music and imagery on physiologic and self-report of analogued labor pain. Nursing Research. 1989;38(1):37–41. [PubMed]
  • Hodnett E. Nursing support of the laboring woman. Journal of Obstetric, Gynecologic and Neonatal Nursing. 1996;25:257–264.
  • Hugh, C.; Louis, B. 1985. The effect of music on labor analogue pain. Master's thesis, The University of Arizona. University Microfilms International. Ann Arbor, MI.
  • Jiménez S. L. M. Comfort management: A conceptual framework for exploring issues of pain and comfort. The Journal of Perinatal Education. 1996;5(4):67–70.
  • Jones, C. 1988. Visualizations for an easier childbirth. New York: Meadowbrook.
  • Lowe N. K. The pain and discomfort of labor and birth. Journal of Obstetric, Gynecologic and Neonatal Nursing. 1996;25(1):82–89.
  • Mackey M. C. Women's evaluation of their childbirth performance. Maternal-Child Nursing Journal. 1995;23(2):57–72. [PubMed]
  • McCaffery, M.; Pasero, C. 1999. Pain—Clinical manual. St. Louis: Mosby.
  • Melzack R, Belanger E, Lacroix R. Labor pain: Effect of maternal position on front and back pain. Journal of Pain and Symptom Management. 1991;6(8):476–480. [PubMed]
  • Nichols, F. H.; Humenick, S. S. 2000. Childbirth education: Practice, research, and theory (2nd ed.). (Eds.). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
  • Olds, S. B.;London, M. L.; Ladewig, P. W. 1996. Maternal newborn nursing—A family centered approach. Menlo Park, CA: Addison Wesley.
  • Rush J, Burlock S, Lambert K, Loosley-Millman M, Hutchison B, Enkin M. The effects of whirlpool baths in labor: A randomized, controlled trial. Birth. 1996;23(3):136–143. [PubMed]
  • Schuiling K. D, Sampselle C. M. Comfort in labor and midwifery art. Image: Journal of Nursing Scholarship. 1999;31(1):77–81.
  • Shermer R. H, Raines D. A. Positioning during the second stage of labor: Moving back to basics. Journal of Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing. 1997;26:727–734.
  • Simkin P. Reducing pain and enhancing progress in labor: A guide to nonpharmacologic methods for maternity caregivers. Birth. 1995;22(3):161–170. [PubMed]
  • Waldenstrom U, Borg I. M, Olsson B, Skold M, Wall S. The childbirth experience: A study of 295 mothers. Birth. 1996;23:144–153. [PubMed]

Figures and Tables

figure JPE100001f01

Reported Effectiveness of Nonpharmacologi-cal Pain Relief Strategies by Women Who Used Them in Labor

Table 1

Table 1

Characteristics of Sample

Table 2

Table 2

Nonpharmacological Pain Relief Strategies Taught and Used

Table 3

Table 3

Reported Effectiveness of Nonpharmacological Pain Relief Strategies


Write to PMC | PMC Home | PubMed

NCBI | U.S. National Library of Medicine

NIH | Department of Health and Human Services

Privacy Policy | Disclaimer | Freedom of Information Act

Table 1

Characteristics of Sample


N = 46



Frequency

Percent

Age



 <>

4

(8.7)

 20–30 years old

27

(58.7)

 31–40 years old

14

(30.4)

 > 40 years old

1

(2.2)

Ethnicity



 African American

6

(13.0)

 Caucasian

38

(82.6)

 Hispanic

0

(0)

 Other

2

(4.3)

Highest Educational Level



 Partial High School

3

(6.5)

 High School Completion

17

(37.0)

 Two-Year College

7

(15.2)

 Four-Year College

13

(28.3)

 Graduate School

6

(13.0)

Major Support during Labor



 Father of Baby

39

(84.8)

 Your Mother

10

(21.7)

 Nurse

7

(15.2)

 Physician

4

(8.7)

 Midwife

0

(0)

 Other

2

(4.3)

J Perinat Educ. 2001 Summer; 10(3): 1–8.

doi: 10.1624/105812401X88273.

Copyright 2001 A Lamaze International Publication

Table 2

Nonpharmacological Pain Relief Strategies Taught and Used

N = 46



Taught

Used

Breathing

46 (100%)

42 (91.3%)

Relaxation

46 (100%)

40 (87.0%)

Acupressure

37 (80.4%)

23 (50.0%)

Position Change

46 (100%)

26 (56.5%)

Massage/Effleurage

46 (100%)

25 (54.3%)

Hot/Cold Therapy

41 (91.1%)

13 (28.0%)

Guided Imagery

40 (87.0%)

14 (31.1%)

Music

44 (95.7%)

6 (13.0%)

Hydrotherapy

44 (95.7%)

5 (10.9%)

\\\\\\Aromatherapy

21 (45.7%)

1 (2.2%)

J Perinat Educ. 2001 Summer; 10(3): 1–8.

doi: 10.1624/105812401X88273.

Copyright 2001 A Lamaze International Publication

Table 3

Reported Effectiveness of Nonpharmacological Pain Relief Strategies

N = 46



Very Effective

Somewhat Effective

Not Very Effective

Not Used

Breathing

27 (58.7%)

12 (26.1%)

3 (6.5%)

4 (8.7%)

Relaxation

10 (21.7%)

23 (50.0%)

7 (15.2%)

6 (13.0%)

Acupressure

10 (21.7%)

11 (23.9%)

2 (4.3%)

23 (50.0%)

Position Change

9 (19.6%)

15 (32.6%)

2 (4.3%)

20 (43.5%)

Massage/Effleurage

9 (19.6%)

14 (30.4%)

2 (4.3%)

21 (45.7%)

Hot/Cold Therapy

6 (13.0%)

7 (15.2%)

0 (0.0%)

33 (71.7%)

Guided Imagery

4 (8.7%)

9 (19.6%)

1 (2.2%)

31 (67.4%)

Music

2 (4.3%)

3 (6.5%)

1 (2.2%)

40 (87.0%)

Hydrotherapy

1 (2.2%)

3 (6.5%)

1 (2.2%)

41 (89.1%)

Aromatherapy

0 (0.0%)

1 (2.2%)

0 (0.0%)

45 (97.8%)

J Perinat Educ. 2001 Summer; 10(3): 1–8.

doi: 10.1624/105812401X88273.

Copyright 2001 A Lamaze International Publication

Template Design | Elque 2007